Tokoh pahlawan di televisi sering kali menjadi idola anak-anak. Namun, sebaiknya orang tua mulai mengawasi anak saat menonton aksi idolanya di layar kaca. Karena tidak semua superhero tersebut baik untuk si kecil.
Bagi anak-anak, tokoh superhero atau pahlawan adalah sosok yang dikagumi. Mereka pun menyanjung karakter tokoh kesayangannya tersebut. Tak hanya itu, mereka juga meniru tingkah laku karakter idolanya dan seakan berharap menjadi bagian dari idolanya itu. Menurut peneliti dari Universitas Massachusetts-Boston Prof Sharon Lamb EdD, karakter superhero dalam film action, seperti Batman dan Hulk, merupakan teladan yang buruk bagi anak-anak.
Sharon telah melakukan penelitian kepada lebih dari ratusan anak lelaki sampai usia 18 tahun tentang tokoh pahlawan yang mereka favoritkan. Dari polling yang dilakukannya itu, menyimpulkan lewat tayangan superhero yang ditontonnya, anak lelaki cenderung berpandangan ada dua jalan untuk menunjukkan sisi kejantanannya.
“Yang pertama adalah dengan menjadi pahlawan. Pahlawan ini digambarkan sebagai sosok yang menunjukkan sisi maskulinnya melalui kekuatan yang dimiliki untuk menguasai orang lain. Misalnya saja memanfaatkan wanita, menunjukkan kekayaannya, dan melalui tindakan sadis dan superior,” ujar Sharon seperti dikutip dari Webmd.com.
Sementara, jalan yang lain adalah dengan menjadi orang yang senang mengelak dari tugasnya, yakni mereka yang membenci sekolah.
“Tokoh superhero sekarang berbeda dengan tokoh superhero di zaman dahulu. Mereka kini mengatasnamakan keadilan sosial sebagai alasan untuk melakukan tindakan agresif,” kata Sharon. Namun, sebenarnya ada cara untuk melawan citra macho dari karakter pahlawan kebanggaan anak-anak tersebut.
Dijelaskan Sharon, ia dan timnya sedikitnya meneliti 674 anak lelaki dari umur empat sampai 18 tahun. Tim peneliti lalu bertanya apa bacaan kesukaan mereka khususnya komik, serta menanyakan film favorit di televisi. Sharon benar- benar melakukan penelitian ini secara mendalam. Untuk mengetahui perasaan dan kesukaan anak lelaki kepada tokoh idolanya, Sharon menyaksikan sejumlah film-film dan pertunjukan superhero serta membaca komik yang dianggap populer di kalangan remaja.
Ia juga mengevaluasi tokoh pahlawan yang paling dikagumi remaja seperti Batman, Ironman, the Hulk, dan the Fantastic Four, sebuah grup astronot yang mendapatkan kekuatan setelah terkena terpaan radiasi. Ia lalu beranggapan tokoh-tokoh ini sarat sifat agresif dan tindakan tidak menyenangkan. Selain itu dari film-film yang ditontonnya tersebut, memunculkan juga karakter pemberontak.
Ia juga menemukan tokoh pria yang sering keluyuran dan mabuk-mabukkan, menjadi salah satu tokoh yang dikagumi. “Pesan dari media itu baik televisi maupun komik adalah, cara bagi pria untuk mengikat pertemanan adalah lewat minum-minum dan berpesta,” tutur wanita yang menulis buku “Packaging Boyhood: Saving our Sons From Super Heroes, Slackers and Other Media Stereotypes” ini.
Film yang mengangkat tema ini bahkan juga muncul dalam film animasi. Sebut saja dalam film “Open Season” yang digambarkan hewan menjadi mabuk dan mengacak-acak sebuah toko. Peneliti lain, Prof Carlos Santos, dari Arizona State University, memaparkan bahwa remaja yang tidak berada di bawah bayang-bayang tokoh idolanya tersebut menampakkan sikap yang lebih baik ketimbang mereka yang lain. Dalam penelitiannya, Carlos mengamati 426 siswa lelaki dari enam SMP negeri di New York.
Para remaja ini datang dari berbagai latar belakang yang berbeda, baik etnik maupun sosial ekonomi. Ia lalu bertanya kepada siswa di setiap tingkat kelas untuk mendeskripsikan kualitas hubungan mereka dengan orang tua, saudara kandung, dan teman-teman mereka. Ia lantas meneliti apakah para remaja ini dapat melawan untuk tidak menjadi macho seperti yang digambarkan dalam film pahlawan favorit mereka.
“ Para remaja ini rupanya tidak terpengaruh sifat atau tindakan macho dari tokoh pahlawan yang ditontonnya,” kata Carlos.
Meski, kata Carlos, ada sedikit perbedaan kecil di antara siswa dari ras Afrika- Amerika, kulit putih, Latin, Asia, dan bangsa lain. Remaja yang tidak terpengaruh karakter pahlawan ini mempunyai sifat yang tidak agresif dan secara emosional dekat dengan orang tua, saudara, dan teman- teman sebayanya.
Uniknya, dalam penelitian ini, Carlos tidak menemukan hubungan antara kedekatan dengan ayah dengan sifat menolak agresivitas dalam televisi. Mengapa demikian? Menurut Carlos, hal ini kemungkinan karena hubungan antara ayah dan anak hanya dilihat sebagai kegiatan untuk memenuhi tradisi gender semata, tidak seperti antara hubungan ibu dan anak.
Namun, bukan berarti Carlos tidak menyarankan para ayah untuk tidak terlibat dengan anaknya. Seorang ayah malah seharusnya juga mendekatkan diri kepada anak.
“Dan, berikan masukan, misalnya menjadi seseorang yang ekspresif tidak lantas menjadikan pria berkurang kejantanannya,” kata Carlos.
Lalu, apa yang seharusnya dilakukan orang tua agar anak-anak tidak mengikuti pengaruh negatif dari apa yang ditontonnya? Menurut Sharon, sebaiknya orang tua menyadari bahwa tidak semua film berlabel bimbingan orang tua adalah aman bagi anak-anak.
“Sembari menonton Anda juga bisa menunjukkan tindakan tak pantas yang dilakukan tokoh pahlawan tersebut dan tunjukkan apa yang seharusnya dilakukan,” kata Sharon. Berikan juga teladan yang patut ditiru dalam keluarga, komunitas, maupun kehidupan sosial.(Okezone.com)
Kalau suka, tolong klik "like/suka" di bawah ini: