Narayana 734 -
Jepang merupakan salah satu negara termaju di dunia dari segi ekonomi,
pendidikan dan teknologi. Kerja keras dan semangat pantang menyerah
merupakan ciri khas bangsa Jepang, sehingga terkenal dengan tingkat gila
kerja yang tinggi. Semua itu sepadan jika melihat bagaimana kondisi
negara dan masyarakatnya yang maju dan sejahtera seperti sekarang.
Namun tahukah Sobat Narayana jika di Jepang ada suatu masalah
diskriminasi yang masih tersisa dan mendarah daging dalam masyarakatnya,
bahkan hingga saat ini?
Walau sekarang tidak mencolok tapi pembedaan terutama dalam perkawinan dan pekerjaan masih ada terutama di luar wilayah Kansai.
SEJARAH KAUM ETA
Kaum Eta dalam masyarakat feodal Jepang adalah kaum yang menempati
strata paling rendah dalam masyarakat. Bahkan mereka dianggap tidak
layak menempati salah satu kasta yang ada. Hal ini disebabkan karena
dalam agama Buddha dan Shinto (di Jepang) pekerjaan mere
ka termasuk
dalam pekerjaan yang menjijikkan. Pekerjaan kaum Eta adalah segala yang
berkaitan dengan penyembelihan hewan dan urusan kematian. Penyembelih
hewan, pengurus pemakaman, algojo, penyamakan kulit adalah pekerjaan
umum dari kaum Eta.
Eta secara harfiah berarti "orang-orang kotor/menjijikkan" (filthy
mass, abundance of filth). Ini dikaitkan dengan pekerjaan mereka tadi.
Karenanya kaum Eta tidak boleh hidup bersama dengan "orang normal" dan
harus tinggal didaerah terbuang.
DISKRIMINASI TERHADAP ETA
* Tidak boleh hidup berdampingan dengan kasta lain, jadi tinggal di daerah buangan.
* Pekerjaan hanya seperti yg disebut diatas, urusan kematian,
algojo, hewan sembelihan,penyamakan kulit. Positifnya, profesi-profesi
ini menjadi monopoli kaum Eta hingga banyak yg jadi berkecukupan dari
sini
* Tidak berhak memiliki sawah. Pos
itifnya, karena pajak berdasar
kepemilikan lahan pertanian (beras) maka kaum Eta bebas pajak.
* Tidak berhak beribadah dikuil yg umum. Hanya dikuil yg disediakan khusus untuk mereka
* Penamaan dalam agama Buddha acapkali dengan kata binatang, rendah
hati, hina, hamba, dan ekspresi menghina lainnya dalam huruf kanji.
* Bila dihadapan orang berkasta harus sopan dan merendahkan diri. Pada
tahun 1869 bahkan dikatakan nilai orang Eta adalah 1/7 orang umum di
Jepang.
* Tidak boleh menikahi orang berkasta.
KAUM BUANGAN
selain Eta yang mencolok adalah :
HININ (bukan manusia)
Definisi hinin, serta status sosial mereka dan pekerjaan khas bervariasi
dari waktu ke waktu, tetapi biasanya termasuk mantan narapidana dan
gelandangan yang bekerja sebagai penjaga kota, pembersih jalan atau
penghibur
KAWARAMONO (kering, orang sungai)
Beberapa orang buangan juga disebut kawaramono (kering, orang sungai)
karena mereka tinggal di sepanjang tepi sungai yang tidak bisa diubah
menjadi sawah.
BURAKUMIN
Burakumin adalah sebutan untuk orang Jepang yang merupakan keturunan kaum terbuang, terutama Eta, Hinin dan Kawaramono.
Secara harafiah Burakumin berarti "Orang-orang pemukiman kecil" dimana
hal ini merujuk pada pemukiman kaum Eta yang terpisah dari kasta lain
dalam masyarakat feodal.
Istilah Burakumin ini secara de jure (legal) ada hingga dihapuskannya
sistem kasta di tahun 1871 seiring semangat persamaan di Era Restorasi
Meiji (mulai 1869), namun secara de facto hingga sekarang diskriminasi
terhadap Burakumin masih ada.
DISKRIMINASI TERHADAP BURAKUMIN MASIH BERLAKU HINGGA SEKARANG WALAU TERSAMAR
* Dalam daftar warga ditulis kyu-eta (mantan eta), lalu diganti
shin-heimin (warga baru) dan terakhir pada 1900an tokushu-buraku
(pemukiman khusus). Sekarang sudah tidak dipakai lagi.
* Diskriminasi dalam pekerjaan. Walau saat ini keturunan burakumin
bisa bekerja dimana saja, namun posisi jabatan yang tinggi tidak bisa
mereka duduki.
* Diskriminasi dalam pernikahan. Yang paling toleran adalah wilayah
Kansai (kecuali Osaka, Kyoto, Hyogo. Dan di Hiroshima).Keluarga kolot
tidak memperbolehkan anak mereka menikah dengan keturunan burakumin.
Menyewa jasa penyelidikan asal-usul adalah hal biasa di Jepang, walau
sekarang adalah hal ilegal. Di Kansai saat ini 60%-80% keturunan
burakumin menikah dengan non-burakumin. pda tahun 1960an hanya 10%.
* Tetapi di Osaka, Kyoto, Hyogo dan Hiroshima, stigma masih ada.
Burakumin dianggap biang kemelaratan, pengangguran dan kriminal.
* Anggota Yakuza, 60% adalah Burakumin menurut pengakuan seorang
mantan anggota intelijen Jepang Mitsuhiro Suginuma. Anggota
Yamaguchi-gumi (Yakuza terbesar) 70% nya adalah Burakumin, menurut David
E. Kaplan dan Alec Dubro dalam bukunya Yakuza: The Explosive Account of
Japan's Criminal Underworld (Reading, Massachusetts: Addison-Wesley
Publishing Co., 1986.
PENYEBAB DISKRIMINASI TERHADAP BURAKUMIN TERPELIHARA
KOSEKI
Adalah registri keluarga Jepang. Hukum Jepang mengharuskan semua rumah
tangga Jepang untuk melaporkan kelahiran, pengakuan dari ayah, adopsi,
gangguan dari adopsi, kematian, perkawinan dan perceraian warga Jepang
ke otoritas lokal mereka, yang mengkompilasi catatan tersebut mencakup
semua warga negara Jepang dalam yurisdiksi mereka. Pernikahan, adopsi
dan pengakuan dari ayah menjadi hukum yang efektif hanya bila peristiwa
tersebut dicatat di koseki tersebut. Kelahiran dan kematian secara hukum
menjadi efektif karena terjadi, tetapi peristiwa tersebut harus
diajukan oleh anggota keluarga.
Nah dalam Koseki ini tercantum juga asal usul warga negara hingga ke
jaman feodal dulu. Sehingga setiap orang bisa dirunut berasal dari garis
keturunan kasta apa sebenarnya. Hukum Jepang sekarang melarang orang
selain empunya dan pemerintah untuk mengakses data ini.
Ditahun 1975, sempat beredar daftar dalam buku Tokushu Buraku Chimei
Soukan (Daftar Komprehensif Nama Daerah Buraku) dan dijual dengan harga
antara 5000 hingga 50000 yen. Pembelinya umunya kelaurga kolot dan
perusahaan-perusahaan. kabarnya termasuk perusahaan besar seperti
Toyota, Nissan, Honda dan Daihatsu. Sekarang sudah dilarang beredar.
Karena penyelidikan melalui Kouseki dan Buku Tokushu tadi sudah
dilarang, sekarang keluarga dan perusahaan yang masih kolot diam-diam
menyewa jasa penyelidikan asal-usul (walau ini juga kegiatan ilegal)
dengan biaya yang mahal demi menghindari memilih buraku menajdi menantu
keluarga atau pejabat perusahaan. (
sumber)