|
Patung Kristus Sang Penebus di Gunung Corcovado. |
Narayana 734 - Patung Kr
istus Sang Penebus di Gunung Corcovado, Rio de Janeiro, adalah
bukti betapa Brasil adalah negara yang identik dengan agama Katolik.
Meski demikian, tercatat ada 35 ribuan muslim di sana (sensus 2010) yang
sebagian besar menetap di negara bagian Sao Paulo dan Parana.
Dari negara bagian Sao Paulo inilah cerita soal Al Shab
ab dimulai. Pada Mei 2012, sebagaimana dilaporkan Brazil-Arab News Agency,
seorang pebisnis keturunan Lebanon bernama Gaber Arraji mendirikan klub
sepak bola yang beranggotakan muslim, karena dia menyadari masih
sedikit orang Islam di Brasil yang berprofesi pemain sepak bola. Dalam
bahasa Arab, Al Shabab berarti pemuda.
Arraji kemudian
menggandeng mantan pemain Atletico do Parana, Gustavo Caiche untuk
mewujudkan idenya ini. Untuk tahap awal, mereka mempromosikan klub ini
ke sekolah-sekolah Islam di kawasan Sao Paulo. Hasilnya lumayan. Hingga
akhir tahun 2012, sudah ada 78 pesepakbola muda yang bergabung, semua
berusia di bawah 20 tahun. Uniknya, justru hanya 12 yang muslim.
Di
klub ini, aturan-aturan Islam ditegakkan, misalnya soal makanan, waktu
salat, latihan di bulan Ramadan, dan soal perlakuan pemain terhadap
rekan-rekannya. Makanan haram tidak disajikan di sini. Kemudian, ketika
waktu salat tiba, latihan dihentikan. Pada bulan Ramadan, latihan
digeser ke malam hari seperti yang jamak kita temui di Indonesia.
Terakhir,
di antara para pemain ini juga diterapkan larangan untuk mengumpat,
bahkan untuk sekadar mengejek rekannya “bodoh” sekalipun. Jika ketahuan,
hukuman push-up dan squat-jump siap menanti.
Di sini, para
pemain, sering diberi wejangan mengenai agama Islam. Ada seorang ulama
setempat yang memberikan siraman rohani kepada para pemain. Dari sini,
banyak pemain non-muslim yang kemudian tertarik untuk mengetahui dan
mempelajari Islam.
Meskipun tidak ada paksaan untuk memeluk
agama Islam, Arraji seperti dikutip Brazil-Arab News Agency, mengatakan
bahwa ada beberapa pemain non-muslim yang minta diajari agama Islam
secara lebih mendalam karena ingin menjadi mualaf.
Sejak Januari
2013, Al Shabab sudah mengikuti kompetisi junior tingkat negara bagian
Sao Paulo meski untuk itu, mereka harus bekerjasama dengan klub Sao Jose
karena mereka belum berafiliasi dengan federasi sepak bola Sao Paulo.
Di
kejuaraan Sao Paulo de Juniores ini sendiri, yang akhirnya menjadi
juara adalah Santos, setelah menundukkan Goias di partai puncak. Sao
Jose yang bekerjasama dengan Al Shabab sendiri harus terhenti langkahnya
di fase grup setelah menduduki posisi juru kunci tanpa meraih satu poin
pun. Mereka ditaklukkan Cruzeiro 1-4, kalah dari Sao Caetano 0-2, dan ditekuk Sao Francisco 1-3.
Sampai
saat ini, Al Shabab belum memiliki markas sendiri. Mereka masih harus
menumpang berlatih di Stadion Municipal Antonio Fernandes di Guaruja.
Stadion ini sendiri merupakan milik dari pemerintah kota Guaruja, sebuah
kota kecil di tepi pantai negara bagian Sao Paulo.
Arraji
berharap adanya kerjasama dengan komunitas Islam atau perusahaan yang
dimiliki oleh pengusaha Islam agar klub ini bisa bertahan dan berjalan
secara mandiri. Arraji juga tidak menutup kemungkinan untuk berafiliasi
dengan klub yang lebih mapan, terutama klub-klub yang berasal dari
jazirah Arab.
Terlepas dari larangan makan makanan haram dan
penghormatan atas ibadah salat dan puasa, ajaran menghormati kolega yang
ditanamkan di Al Shabab adalah nilai-nilai universal yang sudah
semestinya ditanamkan di mana pun.
Keberadaan tim seperti Al
Shabab layak diapresiasi karena mereka tidak hanya bermanfaat di satu
bidang saja. Pada hakikatnya, sepak bola adalah milik masyarakat dan
jika masyarakat bisa mendapat manfaat dari sini, di situlah letak
keberhasilan yang sesungguhnya.
Yoga Cholandha