Narayana 734 - “Beneran Mi, kalau setannya laki-laki dan pakai dasi, Nida tak mungkin setakut ini,” demikian isak tangis Nida, gadis kecilku yang berumur 11 tahun ketika malam itu aku mengajaknya sholat malam setelah shock yang berkepanjangan setelah beberapa saat yang lalu Nida melihat sesosok makhluk halus berwujud wanita yang memakai gaun putih panjang dan berambut panjang terurai dibelah pinggir, persis seperti yang ada di film-film. Kemudian matanya melotot dan mendelik, Nida pun menggambarkannya persis seperti kuntilanak yang ada di film-film horor.
Memang kesibukan kami berdua, aku dan suamiku sebagai wanita bekerja dan juga guru, membuat kami merasa perlu untuk mengambil cuti 3 hari dan membawa anak-anak kami ke puncak, menginap di vila kawanku. Nida yang kebetulan baru pulang ikut camping dari sekolahnya terlihat menjadi sangat lelah. Setelah selesai sholat Isya, Nida langsung tertidur dan aku sudah dapat pastikan bahwa Nida lupa membaca do’a dan berdzikir yang selalu kuajarkan kepadanya sebelum tidur. Aku tidak tahu, apakah mimpi buruk atau hanya halusinasi Nida yang begitu kuat sehingga dia merasakan setan perempuan itu muncul di jendela kamarnya yang tidak tertutup dan melayang-layang selama beberapa saat sambil memandangi dia yang tiba-tiba terbangun.
Aku teringat kepada buku cerita horor yang sempat ku baca di sebuah toko buku tentang hantu jamu gendong. Sekilas ku baca ceritanya mengisahkan tentang seorang penjual jamu yang kehujanan dan berteduh di sebuah rumah yang masih dalam keadaan renovasi dan dia diperlakukan dengan sangat tidak baik (diperkosa) oleh kuli bangunan, dan kemudian karena takut ketahuan orang lain, maka si wanita penjual jamu gendong dibunuh, dan dikubur dibawah rumah yang sedang direnovasi oleh kuli tersebut, dan dari situlah mulainya cerita hantu jamu gendong, yang membuat takut anak-anak remaja yang membacanya dan membuat merinding siapapun yang melihat wanita penjual jamu gendong di tepi jalan, apalagi bila gerimis hujan turun. Padahal sebelum membaca buku tentang hantu jamu gendong, perasaan mereka biasa saja bila melihat wanita penjual jamu gendong.
Mengapa hantu atau jin serta setan yang digambarkan manusia sekarang adalah seorang wanita dengan sosoknya yang berjalan tanpa kaki, dengan bajunya yang berjuntai panjang menyapu lantai, serta dengan sejuta aksesoris yang sebetulnya itu adalah rekayasa manusia abad ini?. Bila kita tengok abad lalu atau zaman penjajahan Belanda, museum atau hotel di bandung bekas peninggalan Belanda pun santer dengan cerita mistik, hantu yang berjalan dan melintasi tembok dan sudah pasti hantu itu adalah seorang wanita “Non-I” Belanda dengan gaunnya yang mewah dan cantik, berambut pirang digulung keatas, berjalan anggun menembus tembok yang dilakukannya setiap malam.
Dalam hati saya berfikir, kalau aku yang menjadi hantunya, dan berjalan ditengah lorong yang gelap di dalam museum pada malam hari atau hotel tua yang sudah pasti suram dan gelap, maka akan berkata,: “ogah akh!” emang kita cewek apaan, jalan-jalan sendirian, gelap-gelapan lagi.”
Sekarang kembali pada topik semula, mengapa hantu atau jin wanita lebih tampak sendu dan menyeramkan serta membuat sensasi tersendiri bila membayangkannya dibandingkan bila hantu itu adalah seorang lelaki berdasi?. Maka jawabnya adalah, semua itu kembali pada persepsi manusia pada saat ini, kembali pada persepsi kita, persepsi media yang ditayangkan pada kita dengan ceritanya mengenai hantu wanita dari sejak Nyi Roro Kidul, sundel bolong yang pernah diperankan oleh Suzana yang merupakan artis wanita, si manis jembatan ancol, suster ngesot, hantu jamu gendong, dan banyak lagi cerita yang menggambarkan bahwa pemeran wanita sangat baik dimainkan untuk cerita biasa maupun cerita horror. Bila diperankan oleh wanita, akan menjadi lebih menarik dan seru, dan bila filmya film horror, ya jadi menyeramkan.
Coba bila kita mengulas kembali kisah Umar bin Khattab yang digambarkan setan maupun jin yang takut dan bersembunyi serta lari bila Umar bin Khattab datang, sampai timbul pernyataan, “saking perkasanya Umar bin Khattab dan wibawa beliau membuat setan dan jin pun takut serta lari bila melihat Sayyidina Umar bin Khattab datang.” Dan dalam hal ini tidak pernah di ilustrasikan jin atau setan yang ada pada masa Umar bin khatab adalah sesosok perempuan yang berambut panjang dengan gaun putih yang menjuntai-juntai tanpa kaki. Maka persepsi mengenai jin atau setan pada masa Rasululloh adalah sesuai dengan persepsi media atau penyampai berita pada sat itu, bahkan bila kita boleh membayangkan, mungkin jin pada masa Rasululloh dan para sahabat, wujudnya kecil dan gendut, berkuncir dan laki-laki serta agak ke arab-araban. Sehingga bentuk jin pada umumnya adalah tidak dapat dilihat manusia, hanya ketika dibayangkan, maka hasil bayangan tersebut sesuai dengan persepsi yang dibangun pada saat ini atau saat itu, ketika cerita hantu itu dibuat dan diciptakan untuk menakut-nakuti orang beriman.
Quiz : Apa pendapatmu tentang setan dan jin yang berwujud wanita? apakah hal itu bukan merupakan pelecehan terhadap kaum wanita?
Kalau suka, tolong klik "like/suka" di bawah ini: