Narayana 734 - Di masa kini, memotret atau mengambil gambar dengan kamera sangatlah
mudah. Tinggal keluarkan handphone, pose, jepret sana, jepret sini,
pajang foto di Facebook. Beres.. Hal yang berbeda terjadi ratusan tahun yang lalu. Saat teknologi
fotografi baru beredar, banyak masyarakat Eropa yang bersuka cita karena
bisa mengabadikan wajah mereka. Selain dapat mengabadikan wajah, mereka
punya misi mulia, supaya generasi atau keturunan mereka dapat melihat
bagaimana wajah keluarga terdahulu.
Obsesi itu membuat masyarakat Eropa yang baru kehilangan keluarga
karena meninggal, membongkar makam sang jenazah untuk sebuah pemotretan
keluarga. Hal ini terdengar menyeramkan di masa kini, tetapi lumrah
dilakukan di Eropa menjelang akhir tahun 1800-an. Jadi, bila Anda
melihat foto lawas atau kuno orang Eropa dengan pose kaku, bukan berarti
karena mereka masih asing dengan kamera dan pemotretan. Bisa jadi..
orang dalam foto itu adalah mayat yang 'dipaksa' berpose.
Foto Mayat untuk kenang-kenangan
Foto Mayat untuk kenang-kenangan
Berdasarkan
sejarah fotografi yang kami ambil dari Dailymail, penemuan
daguerreotype atau proses fotografi paling awal berlangsung pada tahun
1839. Penemuan baru ini membuat masyarakat Eropa berbondong-bondong
mengabadikan potret diri sendiri atau keluarga, dengan harapan, generasi
mereka dapat mengenali atau mengenang wajah keluarga terdahulu. Seperti
yang sudah kami jelaskan di halaman awal, keluarga-keluarga Eropa tidak
keberatan membongkar makam keluarga mereka agar bisa memiliki foto
keluarga yang lengkap.
Pose di samping mayat keluarga
Sebagai
foto keluarga, sang jenazah akan diletakkan bersandingan dengan
keluarga yang masih hidup. Karena hal ini biasa saja di tahun tersebut,
keluarga yang masih hidup tidak canggung walaupun bersebelahan dengan
jenazah.
Untuk pose keluarga dewasa, biasanya jenazah akan dibiarkan duduk.
Tetapi untuk jenazah anak-anak atau bayi, biasanya dibaringkan pada
kursi, tempat tidur atau dibaringkan di pangkuan sang ibu yang masih
hidup.
Mata mayat diwarnai kembali
Untuk
menghasilkan foto yang tampak natural, seolah semua orang dalam foto
itu hidup, dilakukan trik tertentu. Sang fotografer akan membuka mata
jenazah, memberi rona merah di pipi untuk memberi kesan 'hidup', serta
mewarnai kembali bola mata jenazah.
Walaupun usaha 'menghidupkan' jenazah sudah maksimal, tetap saja
pose yang dihasilkan ganjil dan aneh, karena mayat yang kaku tidak bisa
diminta berpose gaya tertentu.
Bongkar makam demi foto bersama
Terlihat menyeramkan? Bagi kita yang sudah terbiasa dengan kamera,
memang iya. Tetapi masyarakat Eropa di masa itu akan melakukan berbagai
upaya agar wajah mereka atau keluarga mereka dikenang, tidak sekedar
nama atau cerita. Ditambah lagi, tingkat kematian di Eropa pada masa itu
sangat tinggi. Karena itu, terasa biasa saja jika ada sekelompok orang
yang menggotong peti mati dari pemakaman berisi jenazah untuk dipotret.
Jadi, jika Anda melihat berbagai pose aneh dan ganjil pada potret
kuno warga Eropa, mungkin salah satu anggota dalam foto itu adalah mayat!!!