Budaya Arab Kerap Disalah Artikan Sebagai Islam

Narayana 734 - Beragam pihak masih banyak yang menyalah artikan berbagai hal dalam budaya Arab sebagai sesuatu yang berasal dari ajaran Islam, kata Guru Besar bidang Ilmu Pemerintahan Universitas Columbia, Alfred Stepan.

"Aktivis politik, jurnalis, dan bahkan profesor terkadang secara tidak tepat menyamakan Islam dengan budaya Arab," katanya, dalam makalah seminar tentang "Religion, Secularism, and Democracy" yang diselenggarakan di Jakarta, Selasa.

Menurut Stepan, beragam pihak bahkan menyatakan bahwa tidak ada demokrasi dalam negara Islam di dunia Arab, yang mengakibatkan munculnya kesan yang salah bahwa tidak ada Muslim yang hidup dalam rezim pemerintahan yang demokratis.

Padahal, lanjutnya, lebih dari 600 juta dari orang Islam yang ada di dunia hidup di negara yang demokratis atau mendekati keadaan demokratis.
Alfred Stepan
Angka tersebut, ujar dia, rata-rata diperoleh dari negara non-Arab seperti 120 juta Muslim di Pakistan, 120 juta Muslim di India, 110 juta Muslim di Bangladesh, 65 juta Muslim di Turki, 20 juta Muslim di dunia Barat, dan 190 juta muslim di Indonesia.

"Negara besar di mana para ahli teori demokratisasi saat ini sedang melihat dengan sangat seksama adalah Indonesia," kata Stepan.

Penulis buku "Problems of Democratic Transition and Consolidation" itu menuturkan usaha Indonesia menuju demokrasi menghadapi berbagai tantangan besar, seperti tuntutan dari berbagai daerah untuk desentralisasi dan organisasi militer yang selalu terlibat secara sentral dalam politik nasional sejak 1940-an.

Namun, Stepan memaparkan bahwa meski Indonesia adalah negara yang mayoritas berpenduduk Muslim, bukan berarti bahwa besar kemungkinan Indonesia akan mengalami kegagalan atau kehancuran demokratis.

Ia mengemukakan selama masa Orde Baru Islam bukanlah basis utama dari kekuatan Soeharto. Bahkan, banyak analisis selama Orde Baru tidak menganggap kaum Islam fundamentalis sebagai tantangan bagi demokratisasi di masa mendatang.

Muslim di Indonesia, lanjutnya, kerap lebih moderat dan pluralis dibandingkan negara-negara Arab di kawasan Timur Tengah.

"Wanita Muslim di Indonesia secara signifikan memiliki kebebasan personal dan karir yang lebih dibandingkan (wanita Muslim) di Timur Tengah," kata Stepan mencontohkan (vivanews)